Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Sombong, Sombong itu Menolak Kenyataan

Jangan Sombong, Sombong itu Menolak Kenyataan

jangan sombong

Sudah menjadi hal yang lumrah seseorang menunjukkan kualitasnya dihadapan orang lain. Karena dengan menunjukkan dengan jelas kualitas kita maka siapapun akan memberikan nilai kepada kita (walau terserah positif atau negative).

Tapi bagaimana jika seseorang menunjukkan kualitasnya tersebut sangat berlebihan, hingga orang lain menyebut kita adalah orang yang sombong ?

Kali ini saya ingin kembali berbagi informasi dengan anda semua tentang prilaku sombong = prilaku menolak kenyataan. Mengapa kok bisa begitu ? Nah sabar ya, justru diweb inilah, saya hendak mengupasnya.

Pertama-tama, saya ingin menunjukkan gambaran orang yang sombong, sehingga dari gambaran ini anda bisa melihat hukum kelogisan (hehehe mulai berat bahasanya…) antara prilaku sombong dengan menolak kenyataan.

Gambaran Perilaku Sombong

Nah, kalau sombong itu kita gambarkan maka kita akan mendapatkan bahwa orang sombong itu pasti “akan ditampakkan seakan-akan” lebih berkualitas dan wah dibandingkan dengan orang lain. Dia tidak mau kalah apalagi merendah dengan orang selainnya.

Untuk mendukung “kesan hebat” itu, maka ia syiarkan kepada yang lain, bahwa dialah sosok yang luar biasa. Entah yang diceritakan kisah orang tuanya yang kaya dan sukses, kecerdasannya, prestasi sebelumnya atau yang lainnya.

Intinya semua harus terkesan “dialah yang superstar”. Yang lain ngungsi kedunia lain, eh sorry biasa-biasa saja.

Apa artinya itu semua ?

Kalau kita renungkan sebenarnya prilaku sombong itu kan berawal dari upaya aktualisasi seseorang agar ia diakui oleh lingkungan sekitarnya. Aktualisasi itu biasanya diriingi oleh kemampuan diri entah berkualitas atau tidak berkualitas. 

Karena kita hidup dibumi ini pasti ada manusia-manusia yang lain (selama semua manusia nggak ngontrak keplanet lain, hehehe..) maka tentunya upaya aktualisasi diri itu kan tidak hanya kita saja. Berbagai upaya aktualisasi diri mulai berkumpul menjadi satu dimanapun kita berada.

Disisi lain, tentu sudah menjadi hukum alam jika ada orang yang berkualitas pasti akan memenangkan pertarungan daripada yang tidak berkualitas. Nah disinilah cikal bakal prilaku sombong mulai tumbuh. Kok bisa ?

Kalau orang yang tidak berkualitas itu juga tidak mau terima dengan kondisi sebenarnya bahwa ia kalah dengan yang lain maka ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan egoismenya dengan kekokohan sosok dirinya dihadapan orang lain. Untuk itulah, ia mulai bercerita tentang kisah-kisah hebat entah dari ortu yang sukses dan sebagainya. Lagi-lagi yang penting terkesan tetap hebat.

Karena ia terkesan hebat itulah, maka tidak perlu menceritakan atau bahkan ada cerita dari yang lain, mungkin sudah tahu keburukan orang tersebut beredar. Bagi dia, ini bisa gawat, harga saham bisa anjlok dipasaran tuh. (baca : nilai diri anjlok & hancur lebur).

Sekarang pertanyaan adalah apakah orang yang sombong menerima kenyataan kelemahan pada dirinya ? apakah ia siap dikatakan “eh kamu kok biasa-biasa saja”? Tentu “tidak” sebagai jawabannya.

Makanya saya katakan orang yang sombong = menolak kenyataan. Ia lebih rela hidup didunia mimpi dan hangat akan pujian daripada menerima kenyataan kelemahan dirinya.

Kasihan orang yang sombong

Sobat-sobatku yang hebat, setelah kita tahu mengapa saya mengatakan orang yang sombong itu= menolak kenyataan, lalu bagaimana menurut anda ? 

Kalau menurut saya, semakin orang itu menunjukkan kesombongannya berarti = menolak kenyataan kelemahan dirinya, semakin ia jauh dengan jati dirinya. Ia hidup dialam mimpi tak berujung dan kelak akan menghancurkan dirinya, untuk itu saya merasa semakin kasihan jika menemukan orang-orang disekitar saya mengalami seperti ini. Smoga kita semua bisa belajar dan terhindar dari sikap sombong ini.

Oleh : Aries Kusuma